POS RAKYAT – Berbagai babakan sejarah perjalanan PNI beserta faksi-faksi didalamnya, menunjukkan betapa tidak sederhana sebuah partai besar dalam mengimplementasikan ideologi nasionalisme.
Khusus nasionalisme sebagai ideologi yang patut diimplementasikan bukan hanya oleh sebuah partai tapi seluruh warga bangsa, ternyata masih belum bisa menjadi pengikat dan perekat effektif di berbagai bidang.Kristiya Kartika: Pelajaran Menarik (Part-3 Selesai)
Menurut Rocamura, PNI adalah entitas yang kerap berubah. Sebuah realitas yang dinamis. Kedinamisannya berasal dari pertentangan berbagai unsur didalamnya. “Realitasnya”-wataknya pada setiap saat ditentukan oleh dominasi campuran berbagai unsur tertentu.
Pertentangan di tubuh PNI mencerminkan pertentangan dalam sistem politik Indonesia. Dalam arti sempit, ini mewakili kontradiksi antara nasionalisme sebagai “perangkat gagasan” dan “dorongan politik”.
Dalam substansi pemikiran Rocamura, PNI tidak memasukkan semua unsur gerakan nasionalis Indonesia kedalam dirinya. Bahkan dinilai “jauh dari itu”.
Meski kenyataan yang tidak bisa ditolak menunjukkan bahwa PNI adalah satu-satunya partai yg menjadikan nasionalisme sebagai kebenaran dalam berbangsa dan bernegara.
Telaah atas adanya kebinekaan yang cukup serius didalam konstelasi masyarakat Indonesia, bisa mendukung fakta kesulitan yang pernah dialami PNI dalam merumuskan nasionalisme sebagai cermin kehendak seluruh rakyat.
Namun hal tersebut tentu tidak menjadi penghalang kaum nasionalis berbagai warna untuk terus mewujudkan kesatuan dan kemajuan bangsa seluruh warga bangsa sebagai prioritas.
Menjadikan berbagai hambatan dan keberhasilan yang pernah dialami oleh PNI sebagai pelajaran yang sangat berharga, adalah langkah bijaksana. Perlu dikaji beberapa kelemahan atau kekurangan dalam mengartikulasikan nasionalisme selama ini.
Berbagai aktivitas kelompok maupun organisasi baru dari berbagai lapis sosial kemasyarakatan harus merumuskan program yang tepat dan rasional sesuai dengan kesiapannya menuju nasionalisme Indonesia yang adaptif, kritis di era digital.
Dari kajian para ilmuwan, yang juga harus diantisipasi adalah adanya perpecahan dalam PNI kerap terjadi karena ketatnya logistik politik dan kekuasaan. Mengatasi hal tersebut harus pula tetap berlandaskan prinsip-prinsip kebersamaan dan profesionalisme.
Program-program mendasar menuju kesejahteraan rakyat seharusnya tetap menjadi target organisasi-organisasi nasionalis baru maupun lama.
Salah satu yang sangat penting adalah kembali mengefektifkan program Land Reform untuk capai keadilan penguasaan atas tanah oleh rakyat.
Juga yang sangat mendesak untuk dijadikan target perjuangan adalah “wajib belajar sampai perguruan tinggi” bagi seluruh kader bangsa dengan biaya sepenuhnya dari Pemerintah.
Untuk merealisir agar menjadi organisasi yang berguna secara kongkrit bagi rakyat, kaum nasionalis harus siap dan mampu mengelola dengan aktif, kreatif tapi obyektif-realistik sekaligus antisipatif atas perkembangan teknologi komunikasi dalam mengantisipasi kenyataan masih adanya dua kubu utama pemikiran yang cenderung progresif-revolusioner dan konservatif.
Proses perjuangan senantiasa harus ditandai oleh sikap tidak semata-mata anti kontradiksi, tetapi justru mengelola dan memanfaatkan dinamika pemikiran dan sikap tersebut. Target perjuangan akhir jelang Pemilu adalah bermuara pada persatuan/kesatuan dan kemajuan bangsa serta kemakmuran rakyat!!!
*Penulis adalah Mantan Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pendiri Forum Demokrasi (Fordem), Ketua DPP KNPI, Wakil Ketua Majelis Pemuda Indonesia (MPI), Ketua Umum Inkindo dan Vice President, Technical Consultancy Development Program for Asia and the Pacific (TCDPAP). Kini, juga aktif di Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB).