Minggu, November 10, 2024

Kristiya Kartika: Faksi Dalam Implementasi Ideologi (Part-2)

POS RAKYAT – Bersamaan dengan menghangatnya implementasi semangat nasionalisme di berbagai negara lain, tatkala kita menelaah geliat politik dan sosial serta budaya ditanah air yang juga mengarah pada kepentingan bangsa saat ini (ideologi nasionalisme), nampaknya ada rangsangan untuk mendalami secara obyektif beberapa histori yang pernah berlangsung.

Beberapa ilmuwan dunia telah mencoba menulis berbagai buku berdasarkan hasil survei dan kajian obyektif tentang nasionalisme.

Aksentuasi kajian dari buku-buku dan karya ilmiah satu sama lain memang berbeda. Meski tetap memiliki sentuhan ilmiah yang dinamik.

Yang ingin menjadi fokus tulisan singkat ini adalah menggejolaknya semangat para nasionalis saat ini dalam bergerak melalui berbagai aktivitas guna mengabadikan dan memajukan negara dan bangsa Indonesia serta sejahteranya rakyat.

Tantangan di pelupuk mata adalah terjaga dan menguatnya persatuan negara ini yang dilandasi oleh kesatuan rakyatnya meski memiliki ciri khas masing-masing.

Salah satu kajian hasil survei Ilmuwan yang menarik adalah buku karya Jose Eliso Rocamura.

Seperti sudah banyak diketahui para Sarjana, Ilmuwan, Pengamat dan Aktivis, Rocamura menulis buku berjudul “Nasionalisme Mencari Ideologi” (Bangkit Dan Runtuhnya PNI 1946-1965).

Baca Juga :  Warga Villa Cinere Mas Apresiasi Pembangunan Akses Depok-Tangsel

Buku ini menurut Ilmuwan Airlangga Pribadi Kusman, Ph.D, merupakan satu2nya buku yang mengangkat secara spesifik tentang Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Ideologi nasionalismenya yang diwarnai informasi dan analisis secara kritis tentang kontestasi antar faksi didalamnya terkait artikulasi ideologis.

Karya Rocamura ini juga tidak terlepas dari kajian kritis tentang betapa beratnya aktivis dan pengurus PNI di seluruh Indonesia (tidak hanya di pusat) dalam kontestasi dan perjuangan partai dengan lompatan-lompatan politik progresif sesuai dengan politik Bung Karno dalam artikulasi politik ideologisnya.

PNI dianggap sebagai partai yang feodalistik dan oportunis, sehingga tidak bisa mengimbangi dan melaksanakan gerak Bung Karno yang progresif-revolusioner.

Dengan relatif tuntas, disuguhkan juga sebuah realitas hasil survei nyata bahwa kompleksitas dan dinamika politik yang didalam PNI sesungguhnya tidak terlepas dari kontestasi politik dalam faksi-faksi internal PNI.

Disadari bahwa kontestasi ini terkait erat dengan artikulasi ideologisnya sebagai Partai Penguasa di Indonesia. Bahkan dalam implementasinya juga terkait dengan dukungan sosial masing-masing faksi dalam partai. Sekaligus juga terkait dengan bentuk, pola aliansi dengan kekuatan-kekuatan sosial diluar PNI.

Baca Juga :  Berawal Depot Isi Ulang, Mitra LPM Tangsel Jual Airin

Diantara pemikiran-pemikiran Rocamura yang lain, sinyalemen yang berikut ini begitu strategis untuk dikaji lebih jauh.

Sinyalemen pertama, PNI dan artikulasi politik serta ideologisnya tidak berwajah tunggal. Namun diwarnai corak politik beragam disertai pertarungan-pertarungan merebut hegemoni kepemimpinan.

Saat pergantian periode demokrasi politik dari Demokrasi Parlementer (1955-1959) ke demokrasi terpimpin, juga disertai penonjolan-penonjolan perbedaan kepentingan faksi-faksi di dalam PNI.

Bagi PNI, ternyata era demokrasi parlementer diwarnai munculnya dan berkuasanya faksi konservatif, sementara era sesudahnya faksi progresif yang bisa membawa kepentingan progresivitas langkah politik Bung Karno.

Dan tatkala Orde Baru muncul, memunculkan kembali faksi konservatif dan memberikan antisipasi sosial politiknya.

Yang juga perlu dicatat secara khusus, lahirnya dan bertempurnya faksi-faksi dalam PNI tidak semata-mata karena perbedaan artikulasi ideologi nasionalisme dan politik, tapi banyak didominasi juga oleh kepentingan kekuasaan di pemerintahan dan kepentingan ekonomi negara.

bersambung

Iklan - Scroll kebawah untuk melanjutkanspot_img
RELATED ARTICLES

Populer