POSRAKYAT.ID – Pengamat politik Ujang Komarudin menyebut, ikhtiar petahana dalam upaya ‘memborong’ partai politik di parlemen, sebagai cara mendominasi kekuatan di Pilkada Kota Tangsel.
Namun, lanjut Ujang, langkah mendominasi kekuatan justru akan berujung pada asumsi dalam upaya-upaya ‘mengamankan’ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), ketika menang dan menjabat sebagai Kepala Daerah.
“Partai politik semua diborong, keliatannya targetnya memang melawan kotak kosong. Dalam konteks itu bisa jadi. Ketika mereka kuasai di titik kekuatan politik, lalu dia menguasai partai politik, ya bisa jadi soal janji ‘bagi bagi APBD’,” kata Ujang kepada wartawan, Rabu 16 Mei 2024.
Ujang menuturkan, dalam politik dan pesta demokrasi di Indonesia, ‘jual beli’ dukungan menjadi hal yang lumrah. Pasalnya, lanjut Ujang, partai politik pun harus ‘dihidupi’.
“Karena bagaimanapun, kan partai politik harus mendapat sesuatu. Ketika calon kepala daerah dapat dukungan dari partai politik, maka partai politik harus happy, harus senang, ya bisa jadi APBD menjadi ‘bagian’ untuk peta politik,” ungkapnya.
Mengutip Lord Acton, “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely.” Kan seperti itu teorinya, prakteknya di lapangan lebih parah lagi,” tambah Ujang.
Kontrol Sosial di Pilkada Tangsel
Terpisah, Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Imam Fitra menyatakan, tetap mendorong adanya demokrasi yang sehat, tanpa dominasi kekuatan. Sebab, dominasi kekuatan, membuat kontestasi di Pilkada Tangsel, menjadi tidak sehat.
“Justru makanya, kita dorong supaya iklim demokrasi di Tangsel, berlangsung secara kompetitif, untuk menghindari hal-hal yang kayak gitu. Karena kekuasaan yang dominan cenderung korupsi. Cenderung tidak baik,” ujar Imam.
Imam menegaskan, pihaknya akan tetap pada jalur sebagai sosial kontrol kepada gerak pemerintah. Hal itu (sosial kontrol), agar Kepala Daerah terpilih, berjalan sesuai koridor serta tidak bertindak semaunya, demi masyarakat di Kota Tangsel.