Politik

Komisi III Singgung RUU Hukum Perdata dan Korupsi di Indonesia

POSRAKYAT.ID – Politisi PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan singgung Rancangan Undang-undang Hukum Acara Perdata (RUU HAPer) dengan korupsi di Indonesia.

Menurut Trimedya, yang juga Anggota Komisi III DPR RI itu, revisi undang-undang peninggalan kolonial, harus berpegang teguh kepada asa keadilan.

“Menurut saya, UU KUHAP ini harus pro kepada pencari keadilan. Bukan pro kepada negara. Karena banyak kasus termohonnya itu negara. Kan tidak selamanya negara benar. Ya kalau negara ini benar tidak akan ada korupsi,” kata Trimedya, ditulis Senin 12 September 2022.

Berasaskan keadilan tersebut, sambung Trimedya, isi dalam UU HAPer nantinya, tidak melulu pro terhadap negara, atau instansi negara.

“Harus pro kepada pencari keadilan, bukan pro kepada negara, baik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) atau pemerintah daerah (pemda). Sebab, negara tidak selamanya itu benar. Dan seringkali, negara menjadi pihak termohon dalam kasus perdata,” tegasnya.

Andaikan pihak negara menang dalam kasus perdata, maka menurut Trimedya, kemenangan tersebut hanya ada di atas kertas saja karena tidak bisa dieksekusi di lapangan.

Karena itu, sambungnya, dirinya menilai persoalan eksekusi oleh kepolisian terlalu sulit, jika harus diatur dalam peraturan pelaksana UU secara rigid.

Kalau pun harus diselipkan dalam RUU yang terdiri dari 358 pasal dan 14 bab tersebut, katanya lagi, maka harus dipertegas maksimal berapa lama pelaksanaan ekseksui tersebut dilakukan pasca putusan pengadilan tercapai.

“Nah itu harus diterjemahkan oleh pihak pengadilan. Apalagi kalau misalnya kasus tanah itu kan berkaitan dengan adu massa. Kepolisian tentu kewalahan,” terang Trimedya.

Nah ini seperti apa yang harus kita lakukan di dalam revisi UU tersebut. Sehingga putusan perdata ini tidak macan kertas. terutama orang-orang pencari keadilan itu hak-hak nya terpenuhi,” sambungnya.

Diketahui, Kodefikasi Kitab UU Hukum Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad Nomor 23 dan berlaku pada Januari 1848.

Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, Kitab UU Hukum Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku.

Hukum Acara Perdata ini,sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini. Sehingga tidak dapat menampung berbagai perkembangan hukum.

Perkembangan masyarakat yang sangat cepat dan pengaruh globalisasi, menuntut adanya Hukum Acara Perdata yang dapat mengatasi persengketaan di bidang perdata dengan cara yang efektif dan efisien sesuai dengan asas sederhana, mudah, dan biaya ringan.

Ari Kristianto

Recent Posts

SPAM Karian Ditunda, Perseroda PITS Ubah Rencana Bisnis

POSRAKYAT.ID - Direktur Utama Perseroda PITS, Tubagus Hendra Suherman membenarkan soal penundaan Sistem Penyediaan Air…

10 jam ago

Bukukan 2,6 Triliun di Triwulan Pertama, DPMPTSP Tangsel: PMDN Mendominasi

POSRAKYAT.ID - Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Tangsel, Maulana…

16 jam ago

Retribusi Kolam Renang Milik Dinas Olah Raga Tangsel Disorot BPK

POSRAKYAT.ID - BPK Provinsi Banten memyoroti soal tata kelola dua kolam renang milik Dinas Kepemudaan…

17 jam ago

Gagal Paham Jobdesk, Lurah Ciputat Edukasi RT dan RW

POSRAKYAT.ID - Lurah Ciputat, Iwan Pristiyasa mengaku, banyak pengurus setingkat RT dan RW di wilayahnya,…

2 hari ago

Catat! Jalan Haji Usman Ciputat Diberlakukan Satu Arah

POSRAKYAT.ID - Kepala Bidang Lalu Lintas pada Dinas Perhubungan Kota Tangsel, Martha Lena mengatakan, Jalan…

2 hari ago

Kabar Gembira, Pemutihan Denda Pajak Diperpanjang Hingga 31 Oktober

POSRAKYAT.ID - Gubernur Banten, Andra Soni mengungkapkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten memperpanjang masa pemutihan denda…

1 minggu ago

This website uses cookies.