POSRAKYAT.ID – Pengamat energi dari Gerilya Institute, Subhkan Agung Sulistio mengatakan, kebijakan satu pintu dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, sebagai upaya memperkuat kedaulatan Bangsa Indonesia, pada sektor energi.
Subhkan mengaku, dengan langkah tersebut, pemerintah sepatutnya juga berbenah, untuk meningkatkan kualitas bahan bakar dalam negeri. “Kualitas BBM hasil produksi dalam negeri paling rendah di kawasan. Jadi kalau mau bicara kemandirian energi, fokusnya harus pada peningkatan kualitas kilang, bukan sekadar pembatasan impor,” tegas Subhkan, Senin 13 Oktober 2025.
Senada, Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul menilai, pembatasan yang mengakibatkan kelangkaan BBM di sejumlah SPBU swasta, juga menjadi sinyal dalam penataan di sektor energi.
Adib bahkan menyebut, kelangkaan BBM di SPBU Swasta, bukan hanya karena lemahnya distribusi di lapangan, melainkan akibat kebijakan energi nasional yang belum matang, dan masih sarat kepentingan.
“Ini sebenarnya bagian dari kebijakan energi nasional. Pemerintah (melalui Menteri Bahlil Lahadalia), khususnya Presiden Prabowo, sedang melakukan reset terhadap sumber-sumber ekonomi strategis seperti bisnis minyak, tambang, dan energi,” jelas Adib.
Namun, tambah Adib, langkah pemerintah tetap harus transparan dan pengawasan hukum yang kuat. Hal itu, agar tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat. “Kebijakan ini harus dengan disiplin hukum, dan komunikasi publik yang jelas,” bebernya.
Adib mengungkapkan, ada dugaan bahwa selama ini SPBU Swasta terlalu dimanjakan dalam urusan impor dan penjualan BBM di dalam negeri. “Mereka ini sudah lama mendapat ‘karpet merah’. Kalau terus begitu, bisa-bisa mereka merajai pasar BBM kita sendiri. Jadi, kebijakan satu pintu ini memang keras, tapi perlu untuk menertibkan pemain lama,” jelasnya.
Lebih jauh, tutur Adib lagi, data menunjukkan, perusahaan asing telah menguasai sekitar 40 persen eksplorasi minyak di Indonesia. Sementara, Pertamina hanya sekitar 60 persen.
Kondisi itu, menurutnya, sudah mengarah pada bentuk penjajahan energi versi baru. “Kalau data itu benar, artinya pemain asing sudah menguasai hampir separuh sumber energi kita. Maka, kebijakan satu pintu ini bukan semata pembatasan, tapi juga bentuk pertahanan nasional di sektor energi,” tandas Adib.