POS RAKYAT – Riak gelombang politik jelang Pemilu semakin nampak dan terasa. Ditandai dengan hadirnya organisasi maupun kelompok-kelompok baru serta efektivitas pergerakan-pergerakan kemasyarakatan lama dengan menghembuskan isu sentral yang bermuara pada pentingnya implementasi nasionalisme secara serius.
Fenomena ini memang bukan sesuatu yang luar biasa. Layaknya sebuah respons masyarakat khususnya bidang politik dalam babakan historis menyongsong event besar politik “Lima Tahun-an”.
Namun isu sentral nasionalisme kali ini lebih “menguat”, bersamaan dengan lahirnya gejolak yang sama secara global.
Perang Rusia dan Ukraina melahirkan berbagai kebijakan politik-ekonomi yang memicu serta telah melahirkan beberapa krisis politik-ekonomi negara dunia. Telah terjadi krisis ekonomi dan krisis kepemimpinan di SriLanka, lahirnya gerakan protes serta demonstrasi masyarakat dibeberapa negara terkait naiknya harga-harga pokok di Amerika Serikat maupun di negara-negara Eropa Barat.
Prediksi berbagai pihak yang patut diperhatikan, akan lahirnya krisis ekonomi-politik di sembilan negara lainnya selain Srilanka, juga ancaman serius pengelompokan antar negara menghadapi kebijakan sekelompok negara lain, sehingga diperlukan langkah-langkah, baik ekslusif masing-masing negara maupun inklusif bersamaan beberapa negara guna melindungi kepentingan masing-masing negara.
Maka wajar jika kaum cendekiawan, ilmuwan, pengamat dan aktivis memprediksi nasionalisme akan menjadi tema besar serta mewarnai dunia lagi.
Namun dibalik itu semua, ada fenomena yang juga menarik, yakni mengkristalnya pengelompokan hubungan dan komunikasi antar beberapa negara tertentu atas dasar kedekatan platform politik, ekonomi, sosial dan budaya negara yang memiliki kemiripan sebagai langkah praktikal ideologi dunia tertentu.
bersambung…
