Jangan tertipu oleh rapihnya cap stempel, nomor surat yang berurutan, atau tanda tangan basah pejabat berdasi. Di balik kemurnian legalitas administratif yang diagung-agungkan itu, tersembunyi kekejaman, yang jauh lebih kejam daripada kezaliman terbuka, karena ia tidak hanya merampas hak, tapi juga ‘menghukum korban karena berani merasa dirugikan’.
Hukum administrasi hari ini bukan lagi instrumen negara hukum. Ia adalah mesin penghancur keadilan yang beroperasi dengan izin hukum itu sendiri. Dan yang paling mengerikan adalah, mesin itu tidak hanya berjalan ia dipuji sebagai ‘profesional’, ‘netral’, dan ‘modern’.
Seorang ibu yang anaknya meninggal karena tertolak dari program kesehatan dengan alasan ‘data tidak terverifikasi’, tidak hanya kehilangan nyawa buah hatinya. Ia juga kehilangan hak untuk marah, karena sistem berkata ‘ini bukan kesalahan kami, ini prosedur’.
Seorang petani yang diusir dari tanah leluhurnya karena ‘tidak memiliki sertifikat hak milik’, tidak hanya kehilangan mata pencahariannya. Ia dianggap bodoh karena ‘tidak mengurus administrasi’, seolah-olah negara pernah hadir di desanya untuk menjelaskan apa itu sertifikat, bagaimana mengurusnya, dan mengapa tiba-tiba tanah yang ditanaminya selama tujuh generasi tiba-tiba ‘milik negara’.
Mereka tidak melanggar hukum tapi hukumlah yang melanggar kemanusiaan mereka, lalu menyalahkan mereka karena berani menangis.
Legalitas dalam hukum administrasi kini bukan lagi alat untuk membatasi kekuasaan, melainkan ‘alat untuk membersihkan kekuasaan dari dosa’. Setiap keputusan yang merugikan rakyat bisa dilindungi asalkan ‘sesuai aturan’. Dan aturan itu? Dibuat oleh para elite yang tak pernah antre di kantor kelurahan, tak pernah kebingungan membaca formulir berbahasa birokrat, dan tak pernah khawatir kehilangan jatah beras karena ‘data ganda’.
Mereka menciptakan sistem yang hanya bisa dimainkan oleh mereka yang punya kuasa, uang, atau koneksi lalu menyebutnya ‘transparan’ dan ‘akuntabel’. Ini bukan negara hukum. Ini adalah ‘kediktatoran prosedural’, kekuasaan yang tak perlu berbohong, karena ia cukup dengan ‘mengikuti aturan’, untuk melakukan apa pun yang diinginkannya.
Yang paling sinis adalah, bagaimana legalitas digunakan untuk ‘mendiskreditkan suara kritis’. Ketika rakyat protes, mereka disebut ‘tidak paham aturan’. Ketika akademisi mengkritik, mereka disebut ‘idealisme tanpa realisme administratif’. Ketika hakim memutus demi keadilan substantif, pejabat mengeluh ‘mengganggu kepastian hukum’.
Padahal, kepastian hukum yang mereka jaga, bukan untuk melindungi warga, tapi untuk melindungi sistem dari gangguan empati. Di sini, hukum administrasi telah berubah menjadi agama baru, yang saleh adalah yang taat pada formulir, bukan pada kemanusiaan.
Jika keadilan harus mati agar legalitas tetap utuh, maka negara hukum telah gagal dalam misi paling mendasarnya. Karena hukum bukanlah kumpulan prosedur beku. Ia adalah janji moral, bahwa kekuasaan tidak boleh sewenang-wenang. Tapi hari ini, janji itu dikubur setiap kali seorang warga kecil ditolak karena ‘berkas kurang satu lembar’, sementara korporasi raksasa lolos dari audit hanya karena ‘dokumen sedang dalam proses revisi’.
Legalitas yang tidak berpihak pada yang lemah bukan hukum, ia adalah “alat penindasan yang belajar berpakaian rapi”. Dan selama hukum administrasi terus mengubur keadilan lalu menaburkan bunga berupa cap stempel di atas kuburannya, maka negara hukum hanyalah mitos yang dipelihara untuk menenangkan hati nurani para birokrat yang tak pernah melihat wajah korban di balik berkas yang mereka tolak.
Artikel di atas merupakan opini dari Penulis: Ajeng Suci Herdiyanti Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam) Semester III.
Hukum administrasi tidak pernah netral. Ia lahir dari ruang kekuasaan, dirancang oleh tangan yang tak…
POSRAKYAT.ID - Carlos, salah seorang Perwakilan dari Ikatan Masyarakat Pemantau Kebijakan Pemerintah (IKAPEMKA) menyinggung proyek…
POSRAKYAT.ID - Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tangerang, Oki menyatakan, penegakan dan pengawasan…
POSRAKYAT.ID - Kepala Dinas Damkar Kota Tangerang Selatan, Ahmad Dohiri menyatakan, pihaknya telah menghibahkan alat…
POSRAKYAT.ID - Wakil Wali Kota, Pilar Saga Ichsan mengungkapkan, hingga saat ini belum ada pedagang…
POSRAKYAT.ID - Bakal Calon Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Tangsel, Marhadi mengungkapkan, pihaknya akan…
This website uses cookies.