Selain minimnya pengawasan, imbuh Vinna, karakteristik orang Indonesia yang dianggap selalu mengentengkan permasalahan, menjadi alasan tersendiri soal penolakan.
“Orang indonesia itu seringkali mengentengkan sesuatu. Kita kebiasaan mengentengkan sesuatu. Kalau dilegalisasi, nanti ujungnya mencari cuan, buat bisnis,” ungkap Vinna.
Alasannya untuk pengobatan anak autis, padahal tidak. Kami jelas tidak setuju,” tandasnya.

