Sehingga, tambahnya, semangat gotong royong, dan tepa salira menjadi salah satu hal yang muncul di perayaan Hari Kemerdekaan ini.
“Biasanya 17 Agustus selalu ramai dengan kegembira riaan, tapi di celah-celah itu ada warga yang tidak bisa berbuat banyak. Saya melihat ini adalah satu pengabdian, membuat kita harus merasa bahwa kita menjadi bagian yang menderita,” terang Surapati.
Kalau rasa itu sudah berjalan di lingkungan, artinya hidup rukun makmur itu ada. Tapi itu kita tidak dapatkan di pemerintah. Yang ada, upacara kemudian karnaval dan ceremonial lainya,” tandasnya.